Hati, Cermin Cahaya Ilahi 🌿

Dakwah

Hati manusia ibarat sebuah cermin. Bila ia jernih, ia akan memantulkan cahaya Ilahi dengan begitu indah. Namun, bila ia penuh coretan duniawi—terlukis oleh gambar syahwat, ambisi, dan kelalaian—maka pantulan itu menjadi buram, cahaya tak lagi tampak jelas.

Ibnu ‘Athaillah al-Iskandari dalam al-Hikam mengingatkan:

“Bagaimana hati dapat bersinar, sementara gambar-gambar duniawi tetap terlukis dalam cermin hati itu? Atau bagaimana hati dapat berangkat menuju Allah, karena masih terbelenggu oleh syahwatnya? Bagaimana mungkin seseorang akan antusias menghadap Allah, sementara hatinya belum suci dari junub kelalaiannya? Dan bagaimana seorang hamba bisa memahami kedalaman rahasia, sementara ia belum bertaubat dari kesalahannya?”
(al-Hikam, Hikmah ke-13)

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar tanya, melainkan ketukan lembut ke pintu hati kita. Ia menggugah agar kita bercermin: apakah hati kita masih dibelenggu? Apakah kita masih sibuk mengejar dunia hingga lalai dari Sang Pemilik dunia?

Menjernihkan Cermin Hati

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “gambar-gambar duniawi” adalah segala sesuatu yang melalaikan dari Allah—baik itu harta, jabatan, maupun kesenangan yang membuat hati lupa dari mengingat-Nya. Jika hati masih disibukkan dengan itu, maka cahaya hidayah sulit masuk.

Syekh Ibn ‘Ajibah dalam Iqaz al-Himam fi Syarh al-Hikam menjelaskan bahwa hati tidak akan bercahaya kecuali dengan dua hal: meninggalkan keterikatan pada dunia dan memperbanyak dzikir kepada Allah.

Sementara itu, Syekh Ahmad Zarruq dalam Syarh al-Hikam menegaskan bahwa taubat adalah pintu utama untuk membersihkan hati dari kegelapan dosa. Tanpa taubat, hati akan tetap gelap, dan seseorang tidak akan pernah bisa menyingkap rahasia-rahasia Ilahiah.

Jalan Menuju Cahaya

Hati yang ingin bersinar perlu disucikan. Syahwat yang ingin dikendalikan harus ditundukkan dengan zikir, ibadah, dan mujahadah. Kelalaian yang menumpuk mesti dicuci dengan air taubat. Sebab, tanpa taubat, seseorang hanya akan berputar-putar dalam gelap, tanpa pernah menemukan jalan menuju cahaya.

✍️ Oleh: Masudi, S.Ag


Referensi

  1. Ibn ‘Athaillah al-Iskandari. al-Hikam al-‘Atha’iyyah.

  2. Ibn ‘Ajibah, Ahmad. Iqaz al-Himam fi Syarh al-Hikam. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002.

  3. Zarruq, Ahmad bin Ahmad. Syarh al-Hikam al-‘Atha’iyyah. Kairo: Maktabah al-Taufiqiyyah, 1993.


🌟 Yuk, Kuatkan Langkah Kebaikan Bersama Zakat Center!

Mari kita sisihkan sebagian rezeki untuk mendukung dakwah, pendidikan, dan para santri penghafal Al-Qur’an. Setiap rupiah yang engkau keluarkan adalah cahaya yang membersihkan hati dan menjadi amal jariyah.

💌 Donasi terbaik bisa disalurkan melalui:
Bank Syariah Indonesia (BSI)
7274 7274 75
a.n. YYS Zakat Center Thoriqotul Jannah Indonesia
(Kode Bank: 451)

📱 WhatsApp Konfirmasi: 0857 2437 6426
🌐 Donasi Online: www.zakat-center.com